Diskusi serial kedua Pusat Studi Gender dan Anak UIN Mataram mengangkat tema “Moderatisme dalam Kajian Gender” dengan menghadirkan salah seorang doktor Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir sekaligus salah satu tim inti Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang juga menjadi dosen UIN Syarif Hidayatullah DPK Universitas PTIQ Jakarta, dan alumni S2 dan S3 Universitas Ankara di Turki, Nyai Dr. Nur Rofiah, Bil.Uzm.

Diskusi yang dihadiri oleh dosen muda dari berbagai fakultas di UIN Mataram ini, dibuka oleh Rektor UIN Mataram, Prof. Dr. Masnun Tahir, M.Ag. Dalam sambutannya, Rektor mengungkapkan bahwa moderasi beragama menjadi mandatori Kementerian Agama  untuk mewujudkan pendidikan inklusif bagi semua orang dari berbagai agama, etnis, golongan termasuk laki-laki dan perempuan. Menurutnya, isu gender bukan hanya domain perempuan tetapi juga laki-laki. Apalagi saat ini berkembang Gerakan Laki-laki Baru yang mendobrak budaya patriarkhis termasuk pembakuan ruang publik dan domestik berdasarkan jenis kelamin menjadi dinamis atas dasar kesalingan dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawab bersama. Dalam masyarakat, diskriminasi berbasis gender masih terjadi, sehingga tugas civitas akademika UIN Mataram untuk speak up dan berjihad melawan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kelompok lemah dan rentan, termasuk perempuan

Selanjutnya, ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Prof. Atun wardatun, MA, PhD menyampaikan tentang program diskusi Pusat Studi Gender dan Anak yang menghadirkan pembicara dari luar termasuk  “menculik” para tokoh yang datang ke Lombok untuk sharing pengetahuan dan pengalaman dengan para civitas akademika UIN Mataram, seperti Bu Nyai Rofiah.

Ia menambahkan bahwa pembicara merupakan tokoh yang memperkenalkan konsep Keadilan Hakiki Perempuan dengan memperkuat konsep Mubadalah yang dicetuskan oleh Kyai Faqihuddin Abdul Kodir. Reinterpretasi ayat-ayat dan hadis gender menjadi konsen para ulama perempuan Indonesia untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan bagi laki-laki dan perempuan berdasarkan prinsip dan nilai-nilai Islam.

Acara inti diskusi gender disampaikan oleh Dr. Nur Rofiah dengan modetor Kepala Pusat Studi Gender dan Anak, yaitu Dr. Nikmatullah, MA. Istilah moderatisme dalam kajian gender, sebagaimana istilah moderasi beragama, menurut Nyai Rofiah adalah istilah yang mengasumsikan adanya kajian gender juga beragama yang moderat dan ekstrim. Biasanya moderat diidentikkan dengan titik tengah, yang menurutnya lebih penting untuk ditentukan lebih dulu sebagai acuan untuk menilai sesuatu sebagai  ekstrim atau tidak. Titik Tengah beragama, termasuk, kajian gender dalam Islam adalah Taqwa yang menjadi standar tunggal kemuliaan manusia. Taqwa adalah komitmen tauhid pada Allah yang dibuktikan dengan mewujudkan kemaslahatan pada sesama makhluk-Nya, termasuk manusia, baik laki-laki maupun perempuan.  Ekstrimisne beragama adalah beragama yang bertentangan dengan Taqwa sehingga melahirkan kezaliman, keburukan dan kerusakan. Karenanya, ekstrimisme beragama tidak hanya terjadi di ruang publik tapi juga domestik, seperti KDRT atas nama agama.

Moderasi Bergama dan Moderatisme dalam Kajian Gender penting mempertimbangkan pengalaman perempuan, baik secara biologis maupun sosial yang berbeda dengan laki-laki. Pemahaman perempuan sebagai sumber fitnah bagi laki-laki yang berdampak terhadap pembatasan ruang gerak perempuan, harus di baca ulang atas prinsip ketaqwaan yang mendudukkan laki-laki dan perempuan sebagai subjek penuh dan manusia utuh secara fisik, intelektual dan spiritual. Dalam menguatkan argumentasinya, Bu Nyai tidak hanya mengutip ayat-ayat al-Quran dan hadis Nabi